Foto: Kasus pencemaran nama baik yang di alami Sutek P Mulih. Sanggau, Radar Jakarta.net Kasus pencemaran nama baik yang di alam...
Sanggau, Radar Jakarta.net
Kasus pencemaran nama baik yang di alamatkan pada Sutek P.Mulih dan menyeret nama terdakwa Jan Purdy Rajagukguk (JPR) sampai ke pengadilan beberapa hari ini,kini menjadi perhatian publik.
Mengingat kasus pencemaran nama baik Tersebut sudah memasuki sidang yang ke-6 kali.
Kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Jan Purdy Rajagukguk telah bergulir ke persidangan di Pengadilan Negeri Sanggau. Kasus itu dilaporkan Sutek P. Mulih ke Polsek Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalbar pada 11 November 2019 lalu.
Dan Sutek P.Mulih berharap hakim dalam menjatuhkan vonis seadil-adilnya sesuai tingkat kesalahan terdakwa.sabtu(23/10/2021).
Kasus ini menjadi perhatian publik dan mengundang kembali Reaksi Masyarakat, khususnya Dusun Sengawan Hilir, Desa Binjai Kecamatan Tayan Hulu Kabupaten Sanggau, Kalbar.
Dalam reaksinya,mereka juga menyampaikan kembali rentetan kronologi yang terjadi,dan sebelumnya sudah mereka sampaikan dipersidangan,Reaksi masyarakat ini terjadi kembali sebagai respon tentang pemberitaan yang disampaikan oleh bapak Sinar Bintang Aritonang (Pengacara JPR) kepada media beberapa hari yang lalu.
Menurut mereka kepada wartawan media,dari awal persidangan di Pengadilan Negeri Sanggau Bapak Sinar Bintang Aritonang tidak ada hadir dan tidak mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan didalam persidangan.
"kami menyadari dia sebagai Pengacara JPR, Bapak Sinar Bintang Aritonang berkewajiban membela kliennya, dan kami juga berkewajiban untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi,memang benar sudah ada penyelesaian Adat pada tanggal 02 November 2019 tetapi dengan Bapak Sutek P Mulih (SPM) penyelesaian adat belum dilakukan, jadi sah-sah saja kalau beliau (SPM) membuat laporkan ke Polisi, karena memang belum diselesaikan," Pungkasnya.
Tambahnya lagi,“Kami merespon pemberitaan yang disampakan Pengacara JPR yang telah beredar di beberapa media itu dan sudah kami rangkum kembali fakta lapangan yang terjadi pada akhir oktober dan awal november tahun 2019 yang lalu, agar semua menjadi terang dan jelas,” ujar masyarakat kepada wartawan.
Kronologisnya,dugaan Fitnah yang dialami oleh beberapa orang itu bermula tanggal 30 okt 2019 saat itu Saksi Adok dipanggil oleh Bapak Wahyudi (Kapam Kebun Parindu), Bapak Wahyudi menanyakan apakah benar saudara Adok CS ada melakukan praktek perdukunan untuk menjatuhkan Bapak Alexander Maha (Direktur PTPN XIII pada saat itu)
Dan Adok menyangkal bahwa tidak pernah melakukan praktek perdukunan tersebut dan malah balik bertanya “siapa-siapa saja yang dituduh melakukan praktek perdukunan tersebut?”
Lalu Bapak Wahyudi menjawab yang disangkakan adalah, Togu Matanari, Budi, Adok dan Masius Remanto.
Adok menanyakan kembali,“siapa yang memberikan informasi bahwa kami melakukan praktek perdukunan tersebut,”tanya.
Lalu dijawab Bapak Wahyudi : “Bapak Manajer (Jan Purdy Rajagukguk) pada waktu pagi hari tadi diforum rapat karyawan pimpinan, kalau kamu tidak percaya tanyakan saja kepada Bapak Darius.
Adok mendatangi Bapak Darius untuk mengklarifikasi tuduhan tersebut, Jawaban Pak Darius “Benar Pak Adok waktu tadi pagi di forum rapat ada disampaikan Manajer,”paparnya.
Adok pergi mendatangi rumah Bapak Ibrahim untuk memberitahukan bahwa Bapak Manajer Kebun Parindu telah menuduh kami (Adok, Togu Matanari, Budi dan Masius Remanto).
Ibrahim memberikan saran untuk mengecek ulang kebenaran omongan Bapak Jan Purdy Rajagukguk tersebut, dan kalau memang benar silahkan kalian menempuh jalur Hukum Adat Dayak atau Hukum Positif dan para korban memilih untuk menempuh jalur Hukum Adat, Ibrahim menawarkan karena para korban berasal dari Dua Desa dan Tiga Dusun (Tiga Kepala Adat) kalau mau berkumpul dirumah saya (Ibrahim) saja untuk lebih mempermudah koordinasi.
Adok menjumpai Bapak Darius kembali ke Kantor Central Kebun Parindu dan mereka bertemu, Bapak Darius menyatakan bahwa “benar kejadian itu, bahwa pada saat rapat forum karyawan Pimpinan ada disampaikan bahwa ada sekelompok orang : Ibrahim, Adok, Masius Remanto, Budi, Suhardiyana, Sius Suryan, Togu Matanari yang dikoordinir oleh Bapak Sutek P Mulih (SPM) melakukan ritual perdukunan untuk menjatuhkan Direksi PTPN XIII.
Pada malam harinya Adok kembali ke rumah Ibrahim, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat sudah berada di kediaman Ibrahim.
Adok menyampaikan bahwa ternyata yang dituduh melakukan perdukunan bukan hanya 4 orang tapi sudah menjadi tujuh orang termasuk Ibrahim sendiri lalu kami 7 (Tujuh) orang melaporkan kepada Kepala Adat masing-masing di Kediaman Bapak Ibrahim.
Pengurus Adat dan Tokoh Masyarakat mengklarifikasi kepada korban akan kebenaran pernyataan JP Rajagukguk tersebut, kami merasa tidak pernah melakukan perbuatan tersebut, Forum Adat dan Tokoh Masyarakat menilai bahwa hal tersebut layak untuk ditindak lanjuti dan disepakati dalam Forum tersebut bahwa rencana besok harinya tanggal 31 Oktober 2019 jam 08.00 WIB berangkat ke Kantor Central Kebun Parindu untuk bertemu dengan Bapak JP Rajagukguk guna mengklarifikasi kembali pernyataannya di Forum Rapat Karyawan Pimpinan.
Keesokan harinya 31 Okt 2019 Pukul 08.00 WIB, Pengurus Adat dan Tokoh Masyarakat beserta kami (korban) mendatangi Kantor Central Kebun Parindu guna klarifikasi pernyataan JP Rajagukguk, namun beliau tidak berada di tempat dan sedang berada di Pontianak. Oleh karena itu Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat meminta Pak Darius dan Pak Wahyudi yang ada pada saat itu untuk menelepon Bapak manajer (JP Rajagukguk).
Pak Wahyudi menghubungi Pak manager melalui telepon selulernya dan menyampaikan bahwa para Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dan kami orang-orang yang dituduh melakukan praktek perdukunan ingin mengklarifikasi apakah benar yang disampaikan bapak pada saat Rapat Internal pada tanggal 30 Oktober 2019,
Dijawab oleh JPR “Itu Bukan Urusan saya melainkan urusan Direksi” ungkapan itu didengar oleh seluruh orang yang hadir melalui Speaker Telepon Seluler Pak Wahyudi.
Oleh karena itu Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat meminta kepada Pak Darius dan Pak Wahyudi untuk mendatangkan Direksi PTPN XIII ke kebun Parindu.
Jawaban Pak Darius dan pak wahyudi “Kami tidak sanggup untuk mendatangkan Direksi PTPN XIII”.
Tokoh Adat, Tokoh masyarakat dan para korban sepakat mengadakan pemagaran di Kantor Sentral Kebun Parindu, Kantor Teknik, Kantor Transport dan Afdeling Inti II sehingga tidak boleh ada yang melakukan aktivitas, dengan tujuan supaya Direksi PTPN XIII hadir ke Kebun Parindu guna mengklarifikasi tuduhan praktek perdukunan tersebut yang disampaikan oleh Bapak JP Rajagukguk,
Pemagaran pun dimulai dari jam 12.00 WIB dengan Ritual Adat Dayak (Pomang).
Kemudian Pada Tanggal 01 November 2019
Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat dan ke-7 Orang korban mendapat undangan untuk menghadiri upaya penyelesaian yang di jadwalkan pada tanggal 02 November 2019 pukul 09.00 WIB di Mess Kebun Parindu.
Pada Tanggal 02 November 2019
Hadirlah kami beserta tokoh adat dan tokoh masyarakat, Direksi yang diwakili oleh Kapam Kandir dan GM Bpk M. Sidik, Polsek Tayan Hulu, Kades Binjai, Babinsa Desa Binjai dan Pihak Manajemen Kebun Parindu beserta Manajer PKS Parindu.
Forum pertemuan tersebut dimediasi oleh Kepala Desa Binjai,
Didapat hasil dalam forum tersebut bahwa tuduhan Bapak JP Rajagukguk berdasarkan surat pernyataan yang dibuat oleh Petrus Sujono, dan disaksikan oleh JP Rajagukguk dan Hervis CH Kelo.
Forum rapat terutama para korban meminta JP Rajagukguk membacakannya. Karena yang menyebarkan isu adalah JP.Rajagukguk
Setelah dibacakan ternyata ada nama Petrus Sujono
Setelah ditelaah oleh Kepala Adat dan Masyarakat Adat tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan oleh Bapak JP Rajagukguk dan Petrus Sujono,
Maka dari itu tuduhan yang dilakukan Bapak JP Rajagukguk adalah fitnah
JP Rajagukguk membuat Surat Pernyataan Permohonan Maaf atas pernyataan yang dilakukannya yang dibuat diatas materai ditulis dihadapan Forum,
Dari dasar itu Kepala Adat dan Masyarakat Adat menjatuhkan sanksi adat fitnah kepada JP Rajagukguk dan Petrus Sujono.
Dengan Demikian kasus 7 (Tujuh) Orang korban tersebut sudah selesai
Terkecuali Bapak Sutek P. Mulih yang tidak ada diselesaikan secara Adat Dayak.
Dari hasil tersebut pemagaran yang telah dilakukan dibuka secara ritual adat kembali dan setelah itu dipersilahkan untuk melakukan aktivitas seperti biasa. Begitu kronologisnya”, ungkap salah satu masyarakat kepada wartawan.
“Jadi yang sudah selesai secara adat kami 7 (tujuh) orang, Bapak Sutek P Mulih belum ada di selesaikan baik secara adat atau yang lainnya” tambahnya lagi.
“Kami mengapresiasi kinerja Kejaksaan Negeri Sanggau, Pengadilan Negeri Sanggau dan kami semakin antusias akan proses peradilan dalam kasus ini, serta kami juga siap mengawal Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bapak M Nur Suryadi yang merupakan Wakil dari masyarakat umum yang disiapkan oleh Negara dan kami akan selalu hadir untuk mengikuti jalannya proses persidangan sampai tuntas,”jelasnya.
Penulis: Sumianto